"Selamat Datang di Blog Saya"

Rabu, 09 Januari 2013

KARAKTERISTIK SEKOLAH DASAR


                                                                      BAB I         
KARAKTERISTIK SEKOLAH DASAR
          Kekhususan atau karakteristik pendidikan  di Sekolah Dasar dapat dilihat sekurang-kurangnya  dari beberapa segi, yaitu:

A.    TUJUAN PENDIDIKAN SD
            Tujuan pendidikan SD  berlandaskan dan menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan  kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia Seutuhnya, yaitu manusia yang :
1.      Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Berbudi pekerti luhur,
3.      Memiliki pengetahuan dan keterampilan
4.      Sehat jasmani dan rohani
5.      Kepribadian mantap  dan mandiri
6.      Memiliki rasa tanggung jawab  kemasyarakatan dan kebangsaan.

            Dalam rangka tujuan pendidikan nasional tersebut, tujuan umum pendidikan SD, ialah memberikan bekal kemampuan  dasar kepada peserta didik untuk:
1.         Mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia, serta
2.         Mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti  pendidikan menengah.
            Sesuai dengan tujuan pendidikan tersebut diatas, isi kurikulum SD merupakan susunan bahan kajian dan  pelajaran untuk mencapaikan tujuan pendidikan  dasar  dalam rangka membekali dan  mempersiapkan  upaya pencapain  tujuan nasional. Secara khusus  pendidikan dasar mengutamakan  pembekalan  dan penyiapan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang  yang lebih tinggi.


B.     PESERTA DIDIK
            Peserta didik  di SD ( selanjutnya disebut siswa), adalah  mereka yang berusia sekitar 6-12/13 tahun, yang sedang  menjalani tahap perkembangan  masa anak-anak  dan memasuki  masa remaja awal. Apabila nanti  para siswa itu menamatkan pendidikan di SD, mereka  berada pada  tahap perkembangan memasuki  masa remaja.
Tugas-tugas perkembangan  yang hendak  dicapai oleh siswa  SD itu, agar  selanjutnya  mampu  memasuki  dengan sukses awal masa remajanya, pada pokoknya adalah:
1.      Menanamkan dan mengembangkan kebiasaan  dan sikap dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan  Yang Maha Esa.
2.      Mengembangkan keterampilan  dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.
3.      Mengembangkan  konsep-konsep yang perlu  dalm kehidupan  sehari-hari.
4.      Belajar bergaul dan bekerja  dengan kelompok sebaya.
5.      Belajar menjadi pribadi yang mandiri.
6.      Mempelajari keterampilan fisik sederhana  yang diperlukan baik untuk permainan maupun kehidupan.
7.      Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai sebagai pedoman perilaku.
8.      Membina hidup sehat, untuk diri sendiri  dan lingkungan.
9.      Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin.
10.  Mengembangkan sikap terhadap kelompok dan lembaga sosial .
11.  Mengembangkan pemahaman  dan sikap awal untuk perencanaan masa perkedepannya.
            Tahap perkembangan anak-anak usia  SD  merupakan suatu masa di mana mereka sedang  mempersiapkan  dirinya untuk kelangsungan  perkembangan hidupnya kelak. Dalam menjalani  tugas-tugas  perkembangannya itu anak sering  menemui hambatan-hambatan dan permasalahan-permasalahan, sehingga mereka banyak bergantung kepada orang lain, terutama orang tua dan guru. Oleh sebab itu anak usia SD memerlukan perhatian khusus dari  para guru/pendidiknya. Penyelenggaraan pelayanan bimbingan  dan konseling diharapkan dapat sebesar-besarnya menunjang pencapain pendidikan nasional dan tujuan pendidikan SD.


C.     KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SOSIAL
Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi dua menjadi kelas rendah dan kelas atas.
Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga, sedangkan kelas-kelas tinggi sekolah dasar yang terdiri dari kelas empat, lima, dan enam (Supandi, 1992:44). Di Indonesia, kisaran usia sekolah dasar berada di antara 6 atau 7 tahun sampai 12 tahun. Usia siswa pada kelompok kelas atas sekitar 9 atau 10 tahun sampai 12 tahun. Menurut Witherington (1952) yang dikemukakan Makmun (1995:50) bahwa usia 9-12 tahun memiliki ciri perkembangan sikap individualis sebagai tahap lanjut dari usia 6-9 tahun dengan cirri perkembangan sosial yang pesat. Pada tahapan ini anak/siswa berupaya semakin ingin mengenal siapa dirinya dengan membandingkan dirinya dengan teman sebayanya. Jika proses itu tanpa bimbingan, anak akan cenderung sukar beradaptasi dengan lingkungannya. Untuk itulah sekolah memiliki tanggung jawab untuk menanggulanginya. Sekolah sebagai tempat terjadinya proses menumbuhkembangkan seluruh aspek siswa memiliki tugas dalam memabntu perkembangan anak sekolah.
Adapun tugas-tugas perkembangan anak sekolah (Makmun, 1995:68), diantaranya adalah: (a) mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari, (b) mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala, nilai-nilai, (c) mencapai kebebasan pribadi, (d) mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan institusi-institusi sosial. Tugas-tugas perkembangan yang tercapai pada masa kanak-kanak akhir dengan kisaran usia 6-13 tahun (Soesilowindradini, ttn: 116, 118, 119) akan memiliki keterampilan. Keterampilan yang dicapai diantaranya social-help skills dan play skill. Social-help skills untuk membantu orang lain di rumah, di sekolah, dan di tempat bermain seperti membersihkan halaman, merapihkan meja dan kursi. Ini akan menambah perasaan harga diri dan sebagai anak yang berguna hingga menjadikan anak suka bekerja sama (bersifat kooperatif). Play skill terkait dengan kemampuan motorik seperti melempar, menangkap, berlari, keseimbangan. Anak yang terampil dapat membuat penyesuaian-penyesuaian yang lebih baik di sekolah dan di masyarakat.
Akhir masa kanak-kanak disebut gang age (Soesilowindardini, ttn:24; Kusmaedi, Husdart, Hidayat,2004:65). Pada masa ini perkembangan sosial terjadi dengan cepat. Anak berubah dari self centered, yang egoistis, yang senang bertengkar menjadi anak yang kooperatif dan pandai menyesuaikan diri dengan kelompok. Mereka membuat kelompok atau geng dengan alasan dua atau tiga teman tidaklah cukup baginya. Anak ingin bersama dengan kelompoknya, karena hanya dengan demikian terdapat cukup teman untuk bermain dengan jenis-jenis permainan yang dia gemari (Soesilowindradini, ttn:124; Kusmaedi, Husdarta, Hidayat, 2004:63-64) atau melakukan aktivitas lainnya untuk mendapatkan kegembiraan. Dalam kelompoknya, secara bersama-sama anak-anak membuat sesuatu seperti mainan dari kayu, menonton bersama-sama, melihat alam sekitar. Biasanya mereka memiliki tempat berkumpul tertentu yang jauh dari jangkauan dan pengawasan orang tua. Ketika terjadi pertentangan dengan orang tua, anak lebih cenderung menentang orang tuanya dan mengikuti kelompoknya. Dalam hubungan dengan kelompoknya anak belajar hidup dalam masyarakat, misalnya dalam hal bekerja sama dengan anak lain, menerima tanggung jawab, membela anak lain jikalau diperlakukan tidak adil, dan secara sportif menerima kekalahan. Tidak semua proses itu berjalan lancar. Sebab ada kalanya anak mengalami kesulitan melakukannya, bahkan berbalik arah untuk melakukan tindakan yang merugikan dengan melakukan perilaku kenakalan.


Beberapa sebab anak melakukan kenakalan (Soesilowindradini, ttn:129) diantaranya adalah:
1. Tidak menghiraukan apa yang diharapkan dari mereka.
2. Salah pengertian dari aturan yang ada.
3. Mencoba orang-orang yang lebih berkuasa daripadanya (orang tua, guru)
4. Adanya keinginan menunjukkan kebebasan
5. Ingin mendapat pujian dari teman-temannya.        

Beberapa macam perbuatan kenakalan anak:
1. di rumah: - bertengkar, berlaku kasar terhadap saudara-saudaranya - merusak milik orang lain - berdusta, mencomel
2. di sekolah:
- mencuri
- menggangu, membolos, membuat keributan
- berdusta
- berkata kasar dan kotor
- merusak benda-benda milik sekolah
- bertengkar
Dari tahun ke tahun anak memiliki kecenderungan untuk lebih banyak melanggar peraturan-peraturan (Soesilowindradini, ttn:131) disebabkan oleh:
a. makin kurang senangnya kepada solah dan guru-gurunya
b. merasa kurang disenangi dalam kelompok sebaya daripada diharapkannya.
Melihat gejala itu, penjas melalui program pembelajarannya diharapkan dapat menjadi media untuk memecahkan persoalan tersebut. Melalui aktivitas bermain yang bervariatif dan bimbingan guru, anak merasa betah di sekolah. Dengan peran guru sebagai mediator dan fasilitator, anak bergaul dan mendapat pengakuan dari anggota kelompoknya. Anak besar adalah anak yang berusia antara 6 sampai dengan 10 atau 12 tahun (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1992:101). Beberapa sifat sosial yang dimiliki anak besar sebagai hasil perkembangan dari usia 10 sampai 12 tahun:
1.      Baik laki-laki maupun perempuan menyenangi permainan yang terorganisir dan permainan yang aktif.
2. Minat terhadap olahraga kompetitif meningkat.
3. Membenci kegagalan atau kesalahan.
4. Mudah bergembira, kondisi emosional tidak stabil.
Aktivitas yang diperlukan dalam proses tumbuh kembang anak besar di antaranya adalah (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1992:127-128):
1. Bermain dalam situasi berlomba atau bertanding dengan pengorganisasian yang sederhana. Misalnya: berlomba dalam beberapa macam gerakan seperti berlari, merayap, melompat, menggiring bola, adu lempar tangkap dan sebagainya. Melakukan pertandingan kecabangan olahraga yang peraturannya disederhanakan, misalnya pertandingan voli mini. Dengan pengarahan dan pengelolaan aktivitas yang baik dari guru, aktivitas ini akan berdampak kepada peningkatan kepercayaan diri anak dan kebanggaan dirinya.
2. Aktivitas beregu atau berkelompok. Anak diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan temannya dalam melakukan aktivitas untuk membina kebersamaan di antara mereka.

Kecepatan perkembangannya dipengaruhi oleh kesempatan untuk melakukan berulang-ulang aktivitasnya. Secara mekanika faktor yang mempengaruhinya adalah : koordinasi tubuh, ukuran tubuh, dan kekuatan otot. Pengukuran fisik secara berkala adalah untuk memantau perkembangan kemampuan dan keterampilan gerak yang sudah dimiliki anak. Beberapa perkembangan kemampaun gerak hasil penelitian Espenschade dan Eckert (1980) dalam Sugiyanto dan Sudjarwo (1991) diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan kemampuan Berlari : Berlari dihasilkan dari panjang langkah yang dipengaruhi panjang kaki dan irama langkah yang dipengaruhi kekuatan otot tungkai. Terjadi perbedaan yang relatif tinggi pada perkembangan kemampuan berlari pada anak laki-laki dengan anak perempuan khususnya mulai usia 12 tahun.
2. Perkembangan Kemampuan Meloncat : Kemampuan meloncat digunakan sebagai prediktor kekuatan tubuh dan merupakan tes diagnostik koordinasi gerakan. Perkembangannya terkait dengan peningkatan kekuatan dan koordinasi tubuh. Pada anak besar perkembangan kemampuan meloncat cukup cepat, makin jauh atau makin tinggi dengan kualitas gerak semakin efisien. Perkembangan kemampuan loncat tegak meningkat cepat sampai usia lebih kurang 9 tahun pada anak laki-laki dan perempuan, sesudah itu pada anak perempuan hanya kecil peningkatannya. Pada anak laki-laki peningkatannya menjadi kecil antara 9-12 tahun, namun sesudah usia 12 tahun perkembangan kemampuan meloncat meningkat dengan cepat. Perkembangan kemampuan loncat jauh tanpa awalan pada anak laki-laki berbentuk garis mendekati lurus (irama ajeg). Pada anak perempuan perkembangan yang cepat hanya terjadi sampai umur 12 tahun, sesudah melewati masa itu kemudian mengecil.
3. Perkembangan Kemampuan Melempar
Perkembangan kemampuan melempar pada anak besar dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu perkembangan yang bersifat kuantitatif dan perkembangan yang bersaifat kualitatif. Perkembangan kuantitatif terkait dengan kemampuan melempar pada anak yang semakin jauh, yaitu kemampuan melemparnya diukur dengan jauhnya hasil lemparan dan ketepatan melempar terhadap suatu sasaran. Perkembangan kualitatif dengan kemampuan melempar anak dari aspek kualitas gerakan melempar semakin baik (efisien) diukur dengan analisis sinematografis (rekaman gambar gerakan). Pengelompokkan perkembangan kuantitatif dan perkembangan kualitatif disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Perkembangan kemampuan melempar sejalan dengan pertumbuhan lengan dan bahu. Perbedaan perkembangan kemampuan melempar antara anak laki-laki dengan perempuan terjadi cukup besar. Khususnya pada usia 13 tahun, kemampuan melempar pada anak perempuan cenderung mengalami penurunan. Sementara pada anak laki-laki masih tetap mengalami peningkatan.
Kemampuan melempar ke sasaran tertentu (kekuatan tidak banyak digunakan), antara anak laki-laki dan perempuan tidak berbeda kemampuannya. Namun secara mekanis anak laki-laki tetap lebih baik.
Minat melakukan aktivitas fisik pada kelompok anak besar sangat dipengaruhi oleh kesempatan untuk melakukan aktivitas fisik itu sendiri. Pada umumnya anak besar baik anak laki-laki maupun anak perempuan mengalami peningkatan minat yang besar dalam melakukan aktivitas fisik. Misalnya aktivitas bermain yang dilakukan anak besar lebih didominasi oleh permainan yang bersifat aktif, seperti bermain kejar-kejaran, petak umpet, dan beberapa bentuk permainan tradisional yang melibatkan aktivitas fisik. Tentunya disesuaikan dengan minat dan kesepakatan anak-anak dalam memilih jenis permainan yang akan dilakukan.
Minat terhadap aktivitas fisik dan atau olahraga sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya. Pada anak-anak yang melakukan aktivitas fisik dipengaruhi oleh kecenderungan sifat yang dimiliki (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1991), antara lain:
1. Kemampuan memusatkan perhatian pada suatu macam aktivitas yang sedang dilakukan makin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat konsentrasi yang cukup tinggi pada anak yang terlibat dalam aktivitas yang dilakukannya.
2. Semangat untuk mencari pengalaman baru cukup tinggi.
3. Perkembangan sosialnya makin baik yang ditunjukkan dengan luasnya pergaulan dengan semakin mendalamnya pergaulan dengan teman sebayanya.
4. Perbedaan perilaku antara anak laki-laki dengan anak perempuan semakin jelas, ada kecenderungan kurang senang bermain dengan lawan jenisnya. Ini semakin memperjelas bentuk aktivitas yang dominan dilakukan oleh anak laki-laki dengan anak perempuan.
5. Semangat untuk menguasai suatu bentuk aktivitas tertentu dan semangat berkompetisi tinggi.

Hampir seluruh aktivitas anak besar didominasi oleh bermain. Aktivitas bermain yang dilakukannya dapat dilaksanakan baik secara sendiri-sendiri atau berkelompok.
§  Perkembangan Mental
 Menaruh perhatian pada permainan yang terorganisir
 Munculnya sifat kepahlawanan yang kuat
 Perhatian kepada teman sekelompok makin kuat
 Mulai memiliki rasa tanggung jawab untuk menjadi dewasa
 Beberapa anak mudah putus asa dan akan bangkit bila tidak sukses
 Berusaha mendapatkan guru yang dapat membenarkannya
 Perhatian kepada bentuk makin bertambah

§  Perkembangan Sosial dan Emosional Loree (1970 dalam Rusli Ibrahim, 2001) dengan meneliti anak usia 5-16 tahun dan terus mengikuti perkembangannya selama beberapa tahun telah menunjukkan pola perilaku sosial anak adalah sebagai berikut:
a. Kecenderungan perilaku sosial anak untuk menarik diri dari pergaulan sosial, atau memperluas pergaulan sosialnya.
b. Pola kecenderungan perilaku sosial anak yang mudah bereaksi terhadap suatu kejadian, atau bersifat tenang.
c. Pola kecenderungan perilaku sosial anak menjadi pasif atau dominan.

Jika seorang anak memperlihatkan orientasi sosialnya pada salah satu pola diatas maka kecenderungnanya akan diikutinya sampai dewasa. Adapun ciri-ciri perkembangan sosial dan emosiaonal pada anak yang duduk di kelas V dan VI sekolah dasar adalah:
§  Mudah dibangkitkan
§  Mulai tumbuh rasa kasih sayang seperti orang dewasa.
§  Senang sekali memberikan pujian dan mengagungkan.
§  Mengkritik tindakan orang dewasa.
§  Rasa bangga berkembang.
§  Ingin mengetahui segala sesuatu.
§  Merindukan pengakuan dari kelompok.
§  Bangga dengan kesuksesan yang diraihnya.
§  Menyukai kegiatan kelompok.
§  Loyal terhadap kelompoknya (gang).


D.    RUANG LINGKUP PELAYANAN BIMBINGAN  DAN KONSELING DAN PERANAN GURU KELAS
1.      Ruang Lingkup Bimbingan Dan Konseling di SD
Ruang lingkup kegiatan  bimbingan dan konseling  di SD mencakup empat fungsi  bimbingan  dan konseling (yaitu fungsi pemahaman, pencegahan , pengetesan , dan pengembangan / pemeliharaan),empat bidang  bimbingan (yaitu bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar , dan karier),tujuh jenis layanan  (yaitu layanan orientasi , informasi,penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling  kelompok), serta lima kegiatan pendukung ( yaitu aplikasi  instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus). Di SD, Guru kelas  pada  dasarnya  diharapkan  dapat menampilkan  segenap unsur  yang terkandung  didalam ruang lingkup  BK tersebut. Namun  demikian, dengan mengimgatkan tingkat perkembanagan siswa dari satu tingkat kelas ketingkat  kelas yang lebih tinggi,  dan mengingat pula tugas  rangkap guru  kelas  yang disamping  melaksanakan  pelayanan  bimbingan  dan konseling  mempunyai tugas pokok mengajar, maka  ruang lingkup  kegiatan bimbingan  dan konseling pada setiap tingkat kelas  di SD dapat berbeda, baik berbeda  dalam materinya, bentuk layanannya, maupun bentuk pelaksanaannya. Materi bidang bimbingan, jenis-jenis layanan, dan kegiatan pendukung bimbingan  dan konseling  sebagaimana diuraikan lebih lanjut  pada bab-bab berikut merupakan acuan  yang sedapat-dapatnya menjadi arah pelaksanaan bimbingan dan konseling di SD.

2.      Peranan Guru Kelas
Sebagaimana telah dikemukakan, tugas Guru Kelas di SD selain mengajar  adalah menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling  terhadap seluruh  siswa dikelas  yang ,menjadi tanggung jawabnya. Hal itu adalah munbgkin dan sewajarnya  demikian karena  Guru Kelaslah  yang merupakan “pembimbing dan pengasuh “ utama yang setiap hari  berada bersama  siswa dalam proses pendidikan dasar  yang amat vital  dalam keseluruhan perkembangan siswa. berkat hubungan  kesehariannya yang terus menerus(selama satu tahun penuh) itulah Guru Kelas  diharapkan memahami  secara mendalam  pribadi para siswanya  seorang  demi seorang  dalam berbagai  aspeknya, yaitu terutama berkenaan  dengan  penampilan siswa sehari-hari baik di dalam maupun di luar kelas  selama jam sekolah, kecenderungan kemampuan akademik serta bakat dan minat-minatnya, hambatan dan permasalahan yang dialaminya (baik yang menyangkut  pribadi, hubungan sosial,maupun kegiatan dan hasil belajarnya), serta kondisi keluarga dan lingkungannya.

Pelayanan bimbingan  dan konseling perlu diselenggarakan di SD agar pribadi dan segenap potensi yang dimiliki siswa dapat berkembang secara optimal.  Pelayanan tersebut di SD perlu disesuaikan terhadap berbagai kekhususan pendidikan di SD, terutama yang menyangkut karakteristik peserta didik serta tujuan pendidikanya. Kemampuan para pelaksanaanya, yaitu Guru kelas, harus pula mendapatkan perhatian utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar